Beritain.co | Kabupaten Bogor – Lembaga Swadaya Masyarakat Garuda Indonesia Perkasa (LSM-GIP) secara resmi telah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial program keluarga harapan (PKH) Desa Sipayung ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, Kamis 26/8/20121.
Sebelumnya, Jurnalis Beritain.co telah mewawancarai Iyus Kepala Desa Sipayung, dalam keterangannya dia menuturkan bahwa di Desanya tidak ada terjadi penyimpangan dana bansos PKH. “Kalau ada penyimpangan, pasti warga desa sudah pada demo kesini (kantor desa, red)”, ujarnya.

Besarnya dana bantuan sosial untuk keluarga miskin yang digelontorkan oleh Negara, membuat ngiler para “penjahat kemanusian” ini, sebab dengan berbagai macam cara dan modusnya mereka mencoba untuk memanipulasi demi mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya saja.
“iya benar, kami dari LSM-GIP secara resmi sudah melaporkan para pelaku penggelapan dana bansos PKH di Kejari Kabupaten Bogor”, terang M. Antonius.
“Mereka para oknum pelaku penggelapan dan penyelewengan dana bantuan sosial ini sangat layak jika disebut sebagai “Penjahat Kemanusiaan“, sebab ditengah situasi pandemi seperti ini dimana masyarakat miskin sedang butuh bantuan uluran tangan, malah gelontoran dana alokasi dari pemerintah untuk rakyat miskin digelapkan”, tegasnya.
Semua tidak lepas dari ketidakpedulian dan campur tangan jahat pihak Pendamping PKH, hingga Aparatur Desa. Nyatanya kami (LSM-GIP) temukan adanya penggelapan dan penyimpangan dana bantuan sosial (bansos) di Desa Sipayung, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Modus operandi dari para oknum pelaku penggelapan Dana Bantuan Sosial PKH di Desa Sipayung, yaitu dengan melakukan transaksi ilegal tanpa sepengetahuan KPM.
“kami temukan beberapa kali transaksi penarikan ilegal yang dilakukan oleh pelaku tanpa di ketahui oleh KPM, itu tercantum melalui bukti mutasi transaksi pada cetak rekening koran KPM. Bahkan kami dapati penyaluran yang tidak diterima sama sekali oleh KPM, hingga perubahan nomor PIN pada KKS si KPM”.
“Kami telah memperoleh bukti kuat terjadinya penyalahgunaan wewenang dan penggelapan dana bantuan sosial (bansos) untuk Program Keluarga Harapan (PKH), yang ada di Desa Sipayung. Dari data cetak rekening koran dan keterangan para saksi korban (KPM, red) serta informasi dari Ketua Kelompok, mengindikasikan modus operandi dari para oknum (pelaku, red) yang kami sebut sebagai “penjahat kemanusiaan” ini, mereka dengan menggunakan sentuhan teknologi yang menurut kami cukup canggih modus operandinya dibanding dengan modus umum yang sudah banyak terjadi, sebab dengan keterbatasan pengetahuan sumber daya manusia (SDM) yang ada dikampung pelosok desa ini, dengan mudah dan leluasa pelaku menggasak Hak KPM”, ujar M. Antonius, Wakil Ketua LSM-GIP.
“Kami (LSM-GIP, red) sudah melengkapi penyertaan bukti-bukti dalam laporan kami kemarin ke Kejari, uraian kejadian perkara pidana beserta modus operandinya, hingga identifikasi para pelaku penggelapan juga dijabarkan dalam Laporan Resmi Lembaga kami ke Aparat Penegak Hukum yang akan menangani perkara ini, yaitu Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor dan juga tembusan ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPKRI), karena memang sebelumnya kami sudah berkoordinasi dengan Direktur Wilayah II KPK-RI dan melalui Chanel Diskusi dilaman Jaga.id KPK RI”.

“Kita akan kawal laporan dan penanganan kasus ini secara melekat hingga tuntas, agar para pelaku kejahatan itu dapat ditindak secara tegas dan masyarakat tidak lagi berfikir bahwa pemerintah tidak peduli, karena alokasi bantuan sosial dari pemerintah bisa tersalur dan terserap kepada masyarakat kecil”, tutupnya.

Dalam kesempatan yang sama, Syaiful selaku Kepala Bidang Media dan Komunikasi (MedKom) Lembaga Badan Advokasi Indonesia (BAI) juga menerangkan, bahwa kepada para pelaku dapat dijerat dengan delik Pidana Umum dan juga dikenakan Pidana Khusus, sesuai dengan UU Pidana Pasal 43 ayat (1) UU 13/2011 dan UU Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang termaktub dalam Pasal 3 UU 31/1999.
Padahal sudah jelas tercantum dalam UU Hukum Pidana terhadap segala bentuk penyelewengan dana bantuan sosial dijatuhi hukuman berdasarkan Pasal 43 ayat (1) UU 13/2011:
“Setiap orang yang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta”.
Apabila yang menyalahgunakan dana tersebut dilakukan oleh korporasi, dijatuhi pidana denda maksimal Rp750 juta.
Kemudian tentang penimbunan bantuan sosial dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dihukum menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 31/1999”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 milyar.