Beritain.co | Sukajaya, Kabupaten Bogor – Maraknya oknum aparatur Desa, Pendamping dan juga Agen pada Dana Bantuan Sosial, yang memotong dana Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial Tunai (BST) dan Bantuan Pemerintah Non Tunai (BPNT) yang disalurkan pemerintah pusat harus segera diselesaikan dan ditindak tegas.
Pasalnya, oknum-oknum tersebut memotong anggaran bantuan yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang tengah menghadapi kesulitan akibat pandemi Covid-19, ancaman pidana pun menanti para oknum pelaku penggelapan dana bantuan sosial tersebut.
“Saya sangat menyesalkan perilaku buruk para tokoh masyarakat desa ini,” kata Syaiful Anwar, selaku Sekretaris Jenderal Lembaga Swadaya Masyarakat Garuda Indonesia Perkasa yang juga sebagai Kepala Bidang Media dan Komunikasi di Badan Advokasi Indonesia Provinsi Jawa Barat, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Redaksi Beritain.co, Senin (26/7/2021).
Oknum-oknum aparatur yang dimaksud mulai dari Perangkat Desa, Pendamping, hingga Agen-agen yang terkait dengan penyaluran dana bantuan sosial itu, terindikasi melakukan tindakan penggelapan dan penyelewengan dana bantuan sosial setelah team yang kami bentuk melakukan pendalaman keterangan warga masyarakat di beberapa Desa yang ada Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor Jawa Barat.
“Dugaan kami pemotongan Dana Bantuan yang sebelumnya telah disalurkan pemerintah kepada warga untuk setiap kepala keluarga (KK) bervariatif, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah per KK per Tahap nya, itu semua tercantum dalam bukti mutasi cetak rekening koran yang kami cermati serta informasi dari warga masyarakat yang telah kami dapati keterangannya”. Lembaga kami sedang menyusun Laporan terkait modus operandi penyimpangan dan penggelapan dana bantuan ini, dan segera akan kami tindak lanjuti dengan membuat laporan resmi dari Lembaga ke pihak Bareskrim Polri, pungkasnya.
“Warga yang merasa keberatan dan melaporkannya kepada kami, lalu kami bentuk tim untuk lakukan investigasi mandiri langsung turun kelapangan, dan tentunya kami akurasikan data yang kami miliki dengan keterangan dari warga masyarakat di beberapa Desa yang ada di Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat,”.
Akibat dari perbuatan para pelaku yang telah banyak merugikan warga masyarakat desa, saat ini Lembaga kami tengah membuat uraian kejadian, tentang modus operandi hingga merumuskan pengenaan delik pidana dengan pasal berlapis kepada para oknum tersebut agar bisa segera ditindak tegas dan ditetapkan sebagai tersangka.
Minimal dengan satu delik saja para pelaku ini bisa disangkakan dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 atas perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dengan ancaman pidana seumur hidup atau dipenjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Dengan transparansi seluruh tahapan seperti ini, seharusnya tidak ada pihak yang berani coba-coba mengambil keuntungan pribadi karena mudah diketahui warga desa lainnya,” terang Syaiful.
Warga desa leluasa mengawasi secara partisipatoris, mengontrolnya, dan melaporkannya hingga kepada yang berwajib,” imbuh Syaiful Anwar.
Rawan Dikorupsi
Sementara itu, menurut Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo, adanya penyebaran wewenang dalam penanganan Covid-19, termasuk dalam hal ini penyaluran bantuan sosial, rawan menimbulkan praktik korupsi.
Hal itu dikarenakan sulitnya masyarakat mengawasi proses penyaluran bantuan tersebut.
“Semakin terdistribusi kewenangan dalam situasi krisis, semakin besar potensi penyimpangannya, karena situasi seperti ini semakin sulit diawasi,” kata Adnan dalam diskusi daring ICW.
Terdakwa korupsi pemotongan dana bantuan sosial program keluarga harapan (PKH) Tahun Anggaran 2017-2018, di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, divonis empat tahun penjara.
Vonis hukuman bagi terdakwa Soni Kardariadi yang bertugas sebagai pendamping dalam penyaluran dana PKH untuk Desa Dete dan Lape, Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa, itu disampaikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu (7/10) sore.
Ketua Majelis Hakim Irlina dengan didampingi anggotanya, Abadi dan Agung Prasetyo, dalam putusan menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan subsidair.
“Menyatakan terdakwa (Soni Kardariadi) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Irlina.
Selain pidana penjara, terdakwa juga dikenakan pidana denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Terdakwa juga dibebankan untuk membayar ganti rugi dana PKH yang telah diselewengkan-nya.