Beritain.co | Nias Barat – Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Barat Rahmati Daeli angkat bicara setelah dirinya diberhentikan oleh Bupati Nias Barat pada tanggal 18 Agustus 2021 yang lalu.
Rahmati Daeli menyatakan legowo menerima keputusan Bupati Nias Barat atas pemberhentiannya. Tetapi, ia merasa perlu meluruskan sejumlah informasi yang telah menjadi konsumsi publik.
“Benar, setiap perintah pimpinan wajib harus dilaksanakan dan saya legowo untuk menerima keputusan tersebut, dan apa yg diberitakan pada Tanggal 18/08/2021 tentang penonaktifkan saya sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Barat perlu saya klarifikasi,” kata Rahmati Daeli.
Dana yang bersumber dari refocusing 8% DAU/DBH TA.2021 yang dianggarkan dalam APBD Tahun 2021 Rp. 2.500.000.000 bukan di DPA Dinas Kesehatan, tetapi melekat di DPA BPKP-AD Nias Barat dan dikelola oleh Satgas Covid-19 Kabupaten Nias Barat.
“Belanja tak terduga yang diperuntukkan pembayaran insentif tenaga kesehatan daerah yang bersumber dari refocusing 8% DAU dan DBH TA.2021 saya tidak tau sama sekali. Setelah turun teguran kepada bapak Bupati Nias Barat dari Kemendagri, dimana dinas kesehatan yang menjadi korban,” Ujar Rahmati.
Demikian juga dana yang 12 milyar yang merupakan biaya perjalanan dinas kesehatan Kabupaten Nias Barat, Rahmati menguraikan kebenaran tentang dana tersebut, yang tidak hanya diperuntukkan untuk SPPD Dinas Kesehatan, namun secara rincinya sebagai berikut;
- Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Kabupaten Rp. 1.526.644.000
- Bantuan Operasional Puskesmas Rp. 7.315.609.000
- BOK Kefarmasian dan Alkes Rp. 271.112.000
- BOK Khusus Stuning Rp. 1.078.219.000
- Dukungan Akreditasi Puskesmas Rp. 475.066.000
- Jampersal (Jaminan Persalinan) Rp. 1.012.882.000
- BOK Pengawasan Obat-obat dan Makanan Rp. 482.071.000
Dana ini masih belum dicairkan karena masih tahap proses dari masing-masing pengelola dan penanggungjawab. Bukan semata-mata biaya perjalanan dinas kesehatan Kabupaten Nias Barat.
Mengenai temuan BPK, Rahmati Daeli menyampaikan bahwa temuan BPK di Puskesmas tentang retribusi daerah sudah lama terjadi dan ini adalah bagian ketidakpatuhan Puskesmas menyetor PAD ke Kas Daerah.
“Apa yang menjadi temuan BPK di Puskesmas tentang retribusi daerah, sebenarnya ini sudah lama. Setiap PAD yang didapat Puskesmas harus disetor ke Kas Daerah, tidak boleh langsung dipakai oleh Puskes,” ungkapnya.
Rahmati mengharapkan agar segala informasi yang beredar tidak menyudutkan siapapun, tetapi penting untuk publik mengetahui fakta yang sebenarnya.