Beritain.co | Kota Depok – Sudah sangat kita ketahui, bahwa Penyebar pemikiran Theosophy di Deutch Indies (Indonesia sekarang) adalah para anggota kelompok Freemasonry. Cerita ini bukanlah desas desus tentang Teori Konspirasi, dan dapat anda periksa silang validitasnya melalui berbagai sumber.
Lingkungan pelajar di Stovia (Fak. Kedokteran Deutch Indies), Budi Utomo & Taman Siswa dahulu adalah basis penyebaran pemikiran Theosophy.
Hari Pendidikan & Kebangkitan Bangsa, sebenarnya adalah memperingati Hari Ketokohan Kelompok Theosophy sebagai soko guru pendidikan Bangsa. Sementara dengan menafikan ketokohan kelompok lainnya & mereduksi makna perjuangan mereka. Misal ; Para Tokoh yg beragama Islam & Ulama.
Banyak generasi kini yang tidak tahu apa itu pemikiran Theosophy & implikasinya di dalam perjalanan politik & hiruk pikuknya .
Prinsip Tertinggi dari Pemikiran Theosophy adalah : Tidak ada Agama yg lebih tinggi dari Kebenaran (Pluralisme). Pemikiran ini-lah yang kemudian menjadi salah satu diksi popular & trend dalam 1 dekade terakhir. Dan dihembuskan sebagai diksi ‘sakral’ untuk melawan diksi lainnya : ‘Radikalis’, ‘Intoleran’ dsb.
Ajaran theosofi senantiasa menekankan urgensi persaudaraan antar manusia tanpa memandang agama, ras, jenis kelamin, dan perbedaan yang bersifat manusiawi lainnya. Agama dalam posisi ini dianggap sebagai salah satu pemantik konflik, bukan hanya konflik antar agama bahkan umat seagama pun juga mengalaminya. Perbedaan ajaran antar agama maupun perbedaan pendapat antar umat seagama seringkali diposisikan sebagai sumber konflik utama.
Kegalauan terhadap identitas kebudayaan & jati diri yang tampak terombang-ambing telah membawa banyak tokoh masa lalu memasuki perkumpulan Teosofi. Yaitu, mereka besar dalam pendidikan Eropah, menghadapi realitas kolononialisme, dan tumpul dalam hal keagamaan. Dalam kegalauan inilah Teosofi di Indonesia membangun identitasnya, baik secara sosial budaya & spiritual. Spiritualisme yg memiliki kecondongan kepada mistisme & okultisme. Walau kemudian Teosofi Indonesia bukanlah bermula dari pergerakan politik tapi pemikiran mereka banyak di adopsi oleh banyak tokoh politik yg menyebut diri mereka sebagai ‘Nasionalis’.
Nasionalis adalah Theosophy dalam praktik politik. Sedangkan dalam praktik spiritual, sosial & budaya adalah : Theosophisme.
Secara sederhana, Praktik spiritualisme dalam kelompok Theosophy adalah Okultisme (mistisme, mitologi). Oleh karena itu, jangan-lah heran jika jargon – jargon & diksi kebangsaan yg kita kenali juga mengandung konsep – konsep yg memiliki landasan mitos & mistis.
Simpelnya, jika anda seorang ber-KTP Islam yg mempraktikkan Kejawen itu berarti anda baik sadar & atau tidak sadar memperoleh pengetahuan Islam atau belajar dari kelompok Teosophy. Atau guru anda adalah seorang Islam yg belajar dari seorang berkeyakinan Teosophy beragama Islam. (Juga Agama lainnya idem).
Seorang Tokoh Teosofi era Deutch Indies misal ; Dr. Radjiman Wedyoningrat, Ia adalah satu tokoh yg ikut mendirikan organisasi yang menandai kebangkitan nasional yaitu Budi Utomo. Radjiman adalah tokoh yg ikut bersama rombongan Soekarno untuk bertemu Jenderal Tenauchi di Saigon & Sekutu di Singapore.
Ajaran Theosophy paling banyak terserap & di adopsi oleh tokoh – tokoh kelompok yg menyebut dirinya Nasionalis. Walau mereka, bukanlah anggota Kelompok Theosophy & tidak tahu asal muasal pemikiran mereka.
Sekarang kita menjawab ;
Di dunia ini, tidaklah ada yg tidak memiliki asal usul. Baik Fisik & Pemikiran. Begitupula konsep – konsep Kebenaran. Ini juga memiliki asal usul (epistemologis). Hanya ada satu entitas yg tidak memiliki asal usul yaitu : Tuhan. Inilah konsep dasar di dalam Islam, yg diajarkan oleh seluruh utusan Tuhan (Tawhid). Maka ini mengandung implikasi: Hanya Kebenaran dari Tuhan yg dapat kita terima. Kebenaran yg tanpa menduga – duga & prasangka. Tanpa Persepsi & Emotion. Kebenaran itu disebut ‘ Haq ‘= Supreme Reality.
Konsep – konsep Fundamental & Theorema tentang ‘Haq’ (Kebenaran) ini ada petunjuknya di dalam Quran. Dan seluruh umat manusia, ditantang untuk menguji & memeriksanya. Bertentangankah dengan Realitas yg dipahami oleh manusia ? (Alam semesta & dirinya).
Prinsip Tertinggi Theosophy : Tidak ada Agama yg lebih tinggi dari Kebenaran.
Ya, dan lalu ‘Kebenaran’ menurut siapa ?.
Kebenaran menurut seseorang- kah, ayahnya, amangboru-nya, uwak-nya atau versi nenek moyang-nya ?.
Prinsip Kebenaran Tertingi Islam : Tiada Tuhan Selain Allah (Tawhid), yg mengandung implikasi bahwa Tidak ada Agama yg lebih tinggi kecuali meyakini bahwa Allah itu Esa. Berserah diri kepada Allah dengan segala tujuan apapun (Islam). Jawaban tentang ini tertulis di dalam Quran, surah Al Imraan ayat 60 – 65.
Jika prinsip terpenting ini (teologis) diletakkan dalam subordinat prinsip – prinsip lainnya, sekalipun prinsip – prinsip lainnya adalah kebaikan & kebenaran lainnya (ilmu, etika, moral, estetika, asketik), maka runtuhlah kebaikan & kebenaran lainnya itu. (AA)